Sabtu, 27 Juni 2009

DIDIKLAH ANAK SEBAB MEREKA SANGAT BERHARGA

Didiklah anak berjalan pada jalan lurus,

maka sampai masa tuanya ia tidak akan menyimpang dari jalan itu


 

John Locke, seorang filsuf Inggris memperkenalkan sebuah postulat (= hipotesa) "blank state" atau "tabularasa", yaitu setiap anak yang lahir adalah seperti kertas kosong. Bagaimana dunia ini mencoret kertas kosong, maka demikianlah kertas itu adanya. Jika dituliskan dengan sesuatu yang berarti, maka berartilah kertas itu. Mungkin banyak pertentangan akan pendapat ini. Mari kita melihat dari satu sisi, bahwa anak memang masih polos dan butuh didikan. Jika demikian adanya, bagaimanakah anak yang dilahirkan ini dibentuk dan dididik ?

Mendidik anak bukanlah memikirkan tentang bagaimana melakukan kehendak kita sendiri, melainkan memikirkan apa yang terbaik bagi mereka. Banyak orang tua dan guru yang gagal dalam hal ini. Kita memarahi anak-anak karena mereka melakukan sesuatu tidak seperti yang kita inginkan, kita berpikir kita sudah memberikan didikan bagi mereka. Stephen Tong dalam bukunya "Membesarkan Anak dalam Tuhan (1997)", mengatakan bahwa mendidik anak bukan hanya teori, bukan hanya suatu kepintaran atau kefasihan lidah, tetapi mendidik anak adalah menerjunkan diri, mengorbankan diri, sampai suara hati kita bisa menembusi awan gelap, masuk ke dalam hati anak sampai mereka menyadari arti pendidikan. Pendidikan artinya, berhenti untuk memikirkan kesulitan-kesulitan kita sendiri dan mulai memikirkan apa yang bisa diterima dan disarankan oleh anak kita. Artinya, janganlah mendidik anak dengan sesuatu yang bersifat teoritis namun berikanlah terlebih dahulu contoh agar anak bisa belajar dari apa yang sudah mereka lihat dan pelajari.

Merupakan impian orang pada umumnya untuk memiliki anak, ketika sudah terbina suatu keluarga baru. Dan sebelum anak tersebut dilahirkan, orang tua sudah harus memiliki tujuan-tujuan untuk masa depan anak. Bagaimana menetapkan tujuan-tujuan tersebut ? Tetapkanlah tujuan-tujuan yang terbaik bagi anak, sesuai dengan potensi mereka semaksimal mungkin. Guru sebagai pengganti orang tua di lingkungan sekolah, juga memiliki peran yang tidak kalah penting dengan orang tua. Orang tua dan guru memiliki tugas untuk membantu anak dalam menggali setiap potensi, minat dan bakat anak seoptimal mungkin. Jika anak tidak optimal dalam satu bidang tertentu, janganlah kita memaksakan kehendak bagi mereka.

Mari kita pandang anak sebagai mahluk ciptaan sama seperti kita memandang diri kita. Menurut Dr. Mary Setiawani (1995), ada beberapa faktor yang harus diperhatikan ketika mengembangkan diri remaja: 1) Penerimaan dan pengembangan (Accepting and developing), 2) Kasih dan Disiplin (love and discipline), 3) Hasil belajar dan proses belajar.

Seringkali kita memandang seorang anak dan mengukur mereka dengan sudut pandang diri kita yang telah diselimuti dengan konsep ideal kita sendiri. Seharusnya kita memandang mereka dengan dasar berpikir, mengapa mereka diciptakan di dunia ini ? Kita harus mengerti ketika mereka diciptakan adalah unik, ada maksud Sang Pencipta bagi diri setiap anak. Mereka diciptakan memiliki fisik, sifat, minat, bakat, yang berbeda-beda. Orang tua, guru maupun lingkungan tidak boleh memaksakan kehendak bagi mereka. Orang tua tidak bisa membuat anak sebagai proyeksi atas apa yang pernah mereka cita-citakan, mereka impikan, karena hal itu sudah tidak sesuai dengan kehendak Dia yang menciptakan mereka. Mungkin ada anak yang meneruskan posisi dan pendidikan dari orang tuanya dan sangat lumrah jika hal ini terjadi. Sebagai ilustrasinya, ketika seorang anak lahir di lingkungan pengusaha, dia akan melihat apa yang bapak dan ibunya lakukan. Dan ketika dia semakin dewasa dia mulai mengenal, mengerti dan menyukai apa yang dikerjakan orang tuanya. Jika akhirnya dia lebih memilih untuk menjadi seorang pengusaha, hal ini sangatlah lumrah. Tetapi tidak semua anak mengalami hal yang sama. Jadi biarkanlah anak mencari dan menyadari sendiri bakat yang ada dalam dirinya. Orang tua cukup meletakkan fondasi yang kuat bagi mereka sejak mereka masih anak-anak. Cintai mereka, jadilah teman bicara, ciptakan rasa aman dan buat mereka mandiri dengan bijaksana, sehingga pada saat dewasa, mereka yakin dan tahu bakatnya.

Dunia ini penuh dengan profesi, ada guru, ahli bidang komputer, ahli fisika, pengusaha, astronom, psikologi, dan sebagainya. Seluruh manusia akan mengambil bagiannya masing-masing dan secara bersama-sama mengelola bumi ini. Inilah satu hal yang perlu kita renungkan.


Sebenarnya apa yang dimaksud dengan profesi ? Ada 2 hal yang menjadi landasan mengapa sesuatu itu disebut sebagai profesi, yaitu: a) Semua kegiatan yang memanusiakan manusia. Contoh: Profesi seorang guru, bertugas untuk membebaskan manusia dari jerat kebodohan, supaya manusia menjadi manusia yang utuh untuk mencapai tujuan hidupnya. b) Mandat Budaya ( menggarap dunia ). Contoh : Profesi nelayan, bekerja untuk menjala ikan untuk dapat difungsikan bagi kesehatan manusia. Demikianlah semua profesi ini dirangkai untuk secara bersama-sama dapat mengelola bumi yang beragam ini, sehingga ada keseimbangan.

Mari kita bayangkan, jika semua anak berfungsi seperti yang diinginkan Sang Pencipta, sesuai dengan bakat masing-masing, bukankah ini adalah suatu hal yang luar biasa ? Marilah kita mendidik mereka seperti apa mereka sudah dilengkapi oleh Sang Pencipta, bukan seperti apa yang kita inginkan.


 


 

Tim. Solusi Talent Development